READ THIS!!!!!!

BLOG INI DI LINDUNGI UNDANG-UNDANG HAK CIPTA!! MOHON UNTUK TIDAK MENGIKUTI/MENYALIN/MEMBAJAK. BOLEH BACA INI UNTUK BAHAN PERTIMBANGAN http://id.wikisource.org/wiki/Undang-Undang_Republik_Indonesia_Nomor_19_Tahun_2002
BE CREATIVE GUYS!! JADI ANAK NEGERI YANG BERKARYA!! DAN JANGAN BANGGA DENGAN DENGAN HASIL JIPLAKAN!thks.

Kamis, 28 November 2013

14 Days: Kara, Jani, Nata.

Sebuah kisah klasik yang terjadi diantara beberapa remaja, persahabatan yang tidak luput dari cerita percintaan. Hal spele yang mampu membuat pertarungan, namun hikmah besar yang membuat perdamaian.

Sebut saja namanya Kara, cewek yang bawel dan mempunyai banyak teman cowok. Kara punya 2 sahabat, Jani, dan Nata. Mereka bisa menjadi sekubu, semenjak malam inagurasi di sekolah. Kara berusaha untuk fair kepada kedua sahabatnya itu, tetapi dia tidak merasakan hal yang setimpal, terutama dari Jani.

Suatu hari, Jani sibuk bercerita tentang cowok incarannya yang baru kepada Nata, didepan Kara, tanpa mau mengajaknya, dan memintanya untuk mendengar. Sesekali Kara sedikit mengode agar dapat mengetahui apa yang sahabatnya rasakan, karena dia merasa, jika sahabatnya senang, otomatis dirinya senang.

Hari kedua, Jani tetap berbuat hal yang sama. Sekali Kara menanyakan kepada Nata, apa yang diceritakan Jani kepadanya. Namun, Nata tidak memberi jawaban, ia bilang, ia hanya pendengar, bukan mediasi untuk menyampaikan apa yang disampaikan sahabatnya. Kara terdiam, dia tidak bisa memaksa. Kara merasa mungkin dia harus sedikit bersabar menghadapi sahabatnya.

Hari ketiga, Jani muai menceritakan apa yang dia rasa. Dengan perasaan bahagia, Kara menjadi pendengar yang baik, dan senantiasa memberikan solusi jika sahabatnya membutuhkan saran. Kara merasa jadi seorang sahabat yang dihargai oleh Jani, walaupun dia merasa, kadar penghargaan Jani kepada Kara, tidak lebih banyak dari penghargaan Jani kepada Nata.

Hari kelima. Jani mulai bersikap seperti sebelumnya, tidak ingin menceritakan apa yang dia rasakan kepada Kara, Kara mencoba sabar. Kara memilih melupakan apa yang dia rasa dengan cara bermain bersama teman-teman laki-lakinya. Tertawa, bernyanyi, meledek, semuanya menjadi obat paling ampuh bagi Kara. Walaupun dilihat dari ujung lorong sekolah, Jani dan Nata terkesan menjauhinya.

Hari keenam. Kara memberanikan diri menanyakan apa maksud semua sikap Jani yang terkesan membedakan sahabat. Padahal, Kara pernah menunjukan sebuah artikel mengenai tips bersahabat tiga orang, yaitu, ‘jangan pernah membeda-bedakan sahabat’.
Kara berbicara dengan sangat halus, dia tidak ingin sahabatnya itu tersinggung. Dan Nata, Nata tidak ada di tempat. Padahal, Kara merasa Nata berperan penting dalam situasi seperti ini. Misalnya, untuk meluruskan apa yang tidak lurus diantara mereka bertiga, karena Nata satu-satunya yang terkesan tidak membeda-bedakan.
Jani merasa bersalah, dia meminta maaf atas sikapnya kepada Kara. Dia menyesal. Akhirnya Jani menceritakan apa yang dia rasakan, banyak, sangat banyak. Tapi Kara tidak ingin menerima semua. Kara tidak ingin terlalu intim mengetahui tentang Jani, Kara takut khilaf. Jani tidak marah, tapi dia terlihat kontra dengan pendapat Kara. Walaupun kontra, Jani mengalah. Mereka baikan, dan berpelukan.

Hari ketujuh. Ada event sekolah yang mengharuskan siswanya mengurus event itu sendiri. Kara, sebagai anak yang supel cukup berperan penuh di event ini. Jani, sebagai anak yang mengerti dan pandai dalam organisasi kepemimpinan, juga berpengaruh besar. Sedangkan Nata, mendukung penuh sahabatnya.
Event ini memaksa Kara dan Jani untuk bekerja sama dengan ketua umum, Kaneen. Anak laki-laki yang tidak terlalu menonjol, namun dipercaya guru-guru karena pengalaman-pengalamannya dalam mengurus event-event. Awalnya, Kara mencoba professional, namun lama-kelamaan dia merasa hal yang beda. Termasuk Jani. Mereka berdua menyukai Kaneen.

Hari kedelapan. Kara sering berkomunikasi dengan Kaneen, dan tidak jarang menceritakan apa yang dia bicarakan didepan Jani dan Nata, tanpa memberi tahu ketiga sahabatnya, bahwa dia menyukainya. Diam-diam, Jani juga berkomunikasi dengan Kaneen, dia menceritakan kedekatannya dengan Kaneen hanya kepada Nata, karena Jani merasa Kara juga menykai Kaneen.
Jani mencoba untuk menghargai perasaan sahabatnya dengan mencoba tidak merespon yang diberikan oleh Kaneen, namun sulit, Jani tidak berdaya, ia memilih tetap merespon, dan merahasiakan perasaan dan kedekatan dia dengan Kaneen.

Hari kesembilan. Kara merasa Jani menjauh. Apalagi saat Jani sedang berdua dengan Nata, yang terlihat hanya sharing seru. Tapi Kara mencoba tahu diri, dia sendiri yang meminta Jani untuk tidak menceritakan lebih intim tentang dirinya kepada Kara. Walaupun Kara sendiri mengerti, menceritakan apa yang Jani rasakan saat itu, tidak terlalu intim.
Dikesunyian lorong, terblesit dipikiran Kara tentang Kaneen. Dia mulai merasa jika Jani menyukai Kaneen, sama halnya dengan dia. Namun melihat reaksi misterius Jani, Kara dapat menyimpulkan bahwa Kaneen juga menyukai Jani. Sampai akhirnya Kara bercerita tentang keanehan sikap Jani, kepada Nata.
‘kali ini aku bisa bantu, aku bisa menjadi mediasi sahabatku untuk berbaikan’, itu yang dikatakan Nata. Sampai akhirnya Jani dan Kara dipertemukan, dan mulai membiacaran apa yang mereka rasakan satu sama lain. Engga jarang derai air mata mengalir dipipi Kara dan Jani, mereka tidak sedih, mereka terharu dan tertawa. Mereka merasa terlalu kekanak-kanakan untuk menyelesaikan masalah spele seperti ini. Ujung cerita, Jani meminta waktu kepada Kara untuk menjauhi Kaneen. Namun Kara melarangnya, Kara membiarkan Kaneen dengan Jani, karena dia tau, Kaneen menyukai Jani.

Hari kesepuluh. Kara, Jani, dan Nata melewati hari dengan peraaan bahagia. Mereka merasa tidak ada lagi yang mengganjal, semuanya plong. Dan Kaneen, walaupun hati Kara tidak bisa bohong dia masih menyimpan rasa, namun dia mencoba ikhlas. Terkesan munafik memang, terkesan sok pahlawan, namun Kara tidak perduli, yang penting sahabatnya utuh.

Hari kesebelas. Tidak sengaja Kara bertanya apa yang udah Jani ceritakan kepada Nata, saat Nata tidak ada ditempat. Jani menjawab, ‘kalau aku menceritakan, sama saja aku member tahu kamu, kan? Sedangkan kamu sendiri memintaku untuk tidak bercerita sesuatu yang intim kepadaku’.
Tentu saja Kara tersenyum dan tertawa kecil, Kara senang karena temannya mengingatkannya tentang komitmen yang dia pegang. Komitmen bersahabat, tidak harus selalu intim dalam menceritakan sesuatu.

Hari keduabelas. Nata mulai sibuk karena ikut dalam kepanitiaan dalam event sekolah. Kara dan Jani senang, jadi mereka tidak ada yang mengganggur, dan bisa bekerja ama dalam hal yang menarik, seru, dan menambah pengalaman ini.
Kara, Jani, dan Nata jarang bertemu disekolah, padahal mereka nyari satu hari berada di sekolah. Walaupun jarang bertemu, tapi Kara dan Jani saling bekerja sama, karena mereka membutuhkan satu sama lain. Sedangkan Nata, dia berada dibagian yang tidak ada kaitannya dengan Kara dan Jani.

Hari ketigabelas. Semua panitia free. Kara sedang menemani Jani dirumahnya. Jani bercerita, ia tidak lagi dekat oleh Kaneen karena sesuatu. Kara mengira sesuatu itu mungkin karena Kaneen mulai eksis dikalangan anak-anak disekolah, jadi jiwa playboy yang dimiliki mulai muncul, jadi Jani menjauhinya.
Kara dan Jani mengunjungi sebuah rumah makan, dan tidak sengaja bertemu Kaneen. Kara melihat sesuatu diantara Kaneen dan Jani, mereka memasang tampang aneh. Jani terlihat malu, dan Kaneen terlihat tidak ingin menatap Jani. Dalam pikiran Kara, mungkin Jani disakiti oleh Kaneen. Namun ia tidak mau bertanya, walaupun ini tidak intim, biarkan Jani yang menceritakan sendiri kepadanya.

Hari keempatbelas. Event sekolah terbesar yang pernah ada. Kara datang sendiri, dan mendapati Jani sedang menangis di taman sekolah diselimuti kegelapan. Kara menghampiri dan mulai mencari tahu, apa yang membuat sahabatnya sedih.
‘Nata, Nata bersama Kaneen. Nata merebut Kaneen. Nata membiarkan aibku diketahui anak-anak lain. Nata dan Kaneen brengsek!’, itu yang dikatakan Jani. Kara tidak mengerti apa yang Jani maksud. Setelah diceritakan secara detail, Kara seKarang mengerti. Nata udah merebut pujaan hati Jani, Kaneen. Dan Kaneen, sudah merebut harga diri Jani. Sebagai perempuan yang dimabuk cinta, Jani tidak berdaya, ia menerima permintaan Kaneen yang cabul pada saat itu.
‘maafkan mereka, Jani’.
‘kali ini aku mengerti komitmenmu untuk tidak mengetahui aku lebih intim. Nata, sahabat yang aku pikir akan menjaga, dan menghargai apa yang aku ceritakan, justru berbuat terbalik dengan kamu, Kara. Maafkan aku, aku tidak mempercayaimu’.
Kara mencoba menenangkan Jani, menjelaskan apa yang harus sahabatnya lakukan dengan hati-hati, dia tidak mau sahabatnya ini merasa salah dalam bertindak dan memilih menghentikan hidup. Namun tiba-tiba kabar mengejutkan sampai ditelinga Jani dan Kara. Kaneen dan Nata kecelakaan. Mereka tewas ditempat setelah membawa dana event yang cukup besar. Kara dan Jani kini mengetahui yang selama ini tidak mereka ketahui. Dibalik sikap Nata yang selalu baik, dan tidak membedakan sahabatnya, ada niat busuk. Yaitu mengetahu tehnik, dan rahasia Jani yang notabennya adalah orang dengan kelas atas. Sehingga ia dapat membajak yang Jani punya. Dan Kaneen, dibalik sikapnya yang pendiam, dia juga penjahat dalam hal apapun. Terutama dengan perempuan.
Dipemakaman Nata dan Kaneen, Jani dan Kara tersenyum tapi sambil menangis. Bukannya mereka senang Kaneen dan Nata, orang yang sudah membuat mereka berdua sakit hati telah tiada, tapi mereka bersyukur, Kaneen dan Nata tidak akan bisa menyakiti hati orang lain lagi selain mereka.
Kara dan Nata berdoa, dan mencoba memaafkan apa yang sudah Kaneen dan Nata lakukan. Keikhlasan yang sangat sulit untuk dijalani, keihklasan yang sangat besar berpengaruh, dan keihklasan yang akan membawa Kara, Jani, Nata, dan Kaneen dalam ketenangan didunianya masing-masing.

"Tidak perlu percaya seratus persen kepada sahabat, karena sahabat juga seorang manusia yang bisa khilaf. Percayalah pada Allah SWT. InsyaAllah, Dia akan menunjukan jalan, dan melindungimu selalu."

"Keikhlasan adalah mutiara indah dalam hati."

"Keikhlasan yang sesungguhnya datang bukan hanya dari dorongan hati, tapi juga dari sebuah ujian hidup."


Sungguh engga ada maksud untuk sok bijak, hanya mencoba belajar dari apa sebuah kasus yang pernah saya lihat langsung dengan menerapkannya ke sebuah cerita narasi. Masih banyak kesalahan, namanya juga belajar. Ikhlas kok di kritik. Terimakasih. -indahtiarakasih-

Sabtu, 23 November 2013

Baby 2 (bab 22)

Bab 22.


Gue tidur sebentar sambil nunggu Dicky sama yang lain dateng. Engga lama berselang tidur gue mulai terusik karena suara Elin, Alsa, dan Dicky yang super berisik. Gue buka mata. "Ah! Lo sih! Baby jadi kebangun kan!", saut Alsa.

"Ini kan karena Dicky yang berisik-_-", saut Elin.

"Kalian kenapa sih?", tanya gue sambil duduk diatas kasur.

"Sorry by, engga maksud gangguin lo tidur kok. Sorry ya", saut Alsa.

"Cepet sembuh ya by. Ini buat lo", saut Elin sambil ngasih gue 1 kotak coklat.

"Coklat? Hahahaha. Kalian niat ya jengukin gue? Beneran sakit juga engga hahaha".

"Engga mungkin lo engga sakit. Kita tau. Lo semalem keujanan, terus pingsan kan? Badan lo semalem panas banget".

"Kalian tau dari mana?....". Alsa sama Elin sikut-sikutan. "Pasti dari Theo. sekarang anaknya mana?".

"Hm, dia engga kuliah by", saut Elin.

"Kenapa??". Alsa sama Elin angkat bahu menandakan tidak tau.

"Udah, jangan mikir aneh-aneh dulu by", saut Dicky.

"Gue engga kenapa-kenapa-_-. Minta nomor Theo dong".

"Gue ada, tapi ini nomor lamanya", saut Alsa.

"Sejak kapan Theo ganti nomor???".

"Sejak dia balik ke Indonesia setelah lomba kemarin".

"Kok gue engga tau sih-_-".

"Kudet banget lo by tentang dia. Lo dihipnotis emangnya?hahahah". Gue pasang tapang datar. Engga lama berselang papa sama mama dateng. Dicky agak heran karena papa sama mama bareng-bareng, padahal masing-masing dari mereka udah punya pasangan, bahkan mama lagi hamil besar!.

Dari sore sampe malem Alsa, Elin, sama Dicky nemenin gue dikamar. Sebenernya gue udah ngerasa biasa aja. Engga pusing dan badan juga udah engga panas. Tapi gue jadi kepikiran Theo, dia mendadak misterius.

Tepat jam 9 malem, temen-temen gue itu pulang, dan gue mulai kesepian. Tapi giliran kakak-kakak gue yang menghibur. "Kak, ada yang punya nomor barunya Theo gak?", tanya gue dalam keheningan.

Semuanya menggeleng. "Masa iya dia ganti nomor engga ada yang tau??".

"Kita engga tau by. Emang dia engga ngabarin kamu??", tanya kak Bisma.

"Engga.. Bahkan dia hari ini engga kesini. Padahal semalem aku abis jalan sama dia".

"Lo berantem?", tanya Iqbaal. Gue menggeleng.

"Theo marah kali sama kamu", saut kak Reza.

"Marah? Sama aku? Hm....seinget aku, semalem aku kak yang terkesan marah sama dia. Aku nolak diajak pulang pas ketemu di halte waktu ujan-ujanan semalem".

"Nah, mungkin itu yang bikin Theo engga ngabarin kamu. Ngira kamu marah sama dia, dibanding ganggu terus bikin tambah marah?". Gue diem. Gue coba nanya ke Alsa, Elin, Ilham, bahkan temen-temen lain engga ada yang tau nomor baru Theo. aneh, ini Theo yang tertutup sama nomor handphonenya yang baru, atau emang anak-anak ngerasa nomor handphone itu engga penting karena ada social media??.

Besoknya gue ngampus sendiri. Karena kebetulan jadwal yang kuliah hari ini cuman gue doang. Sebenernya engga asik kalau harus sendirian ke kampus. Selama dimobil cuman bisa nyanyi-nyanyi sendiri. Biasanya kan kalau engga sama kak Bisma, kak Reza, atau Iqbaal, gue dijemput Theo.

Sampe di kampus. "Hei! Kalian engga ada yang liat Theo?", tanya gue ke segerombol anak. Mereka menggeleng. Karena gue dateng mepet jam masuk, gue langsung ke kelas walaupun tetep merhatiin sekitar takut ngelewatin sudut pandangan yang ada Theo-nya. Tapi sayangnya emang engga ada.

Selesai kuliah, gue ketemu Ilham. Ilham mau ketemu sama Elin di kantin, daripada gue sendiri, mending gue joinan sama mereka, walaupun gue tau jadi obat nyamuk adalah resikonya.

"Masih nyariin Theo?", tanya Elin. Gue ngangguk.

"Bukannya lo sekelas sama dia by?".

"Tapi dia engga masuk".

"Lo berantem kali, cuman lo lupa gara-gara pingsan".

"Masa iya-_- gue engga berantem kok. Tapi masa sih diantara kalian engga ada yang punya nomor barunya Theo?".

"Gue aja engga ketemu Theo dari kemarin by, gimana bisa punya nomor handphonenya yang baru", saut Ilham.

"Tapi... Emang apa sih yang mau lo omongin setelah ketemu dia? Abisan kok lo sibuk banget nyariin dia?", tanya Elin. Gue diem. Gue engga punya jawaban. Entah kenapa gue pengen banget ketemu Theo. walaupun kemarin gue sempet punya pikiran gue bakal ditinggalin sama Theo, dan cinta gue bener-bener bertepuk sebelah tangan karena semuanya terlambat akibat proses yang panjang, tapi gue udah buang pikiran itu jauh-jauh. Orang sebaik Theo, gue rasa engga akan punya pikiran jahat kaya gitu, dengan ngasih harapan, ketika udah ada rasa, eh ditinggalin.

"Baby!!! Akhirnya gue ketemu sama lo!", saut Alsa yang dateng ngos-ngosan.

"Lo kenapa sih sa?".

"Barusan Theo ngedm gue, katanya dia lagi otw ke bandara dan dia bilang, kalau lo nyariin dia, gue harus bilang dia ada urusan", jelas Alsa.

"Theo mau pergi?!!". Gue diem dan berpikir. Fix, Theo bener-bener ngira gue marah sama dia. "Gue cabut dulu!".

"Lo mau kemana?", tanya Elin.

"Ke bandara lah, nyusul Theo".

"Emang lo yakin Theo mau pergi?", tanya Ilham.

"Iya gue yakin. Gue rasa, dia ngerasa gue marah sama dia. Gue cabut dulu ya!". Gue buru-buru ke parkiran buat tancap gas ke bandara.

Tapi, baru nyalain mobil, tiba-tiba kak Reza nelfon bilang kalau kak Bisma abis keserempet mobil. Seketika gue bingung, harus ke bandara, atau pulang ke rumah buat liat kak Bisma? Setelah menghabiskan waktu beberapa menit, gue pilih kak Bisma.

Sampe dirumah, gue ngeliat kak Bisma. Kak Bisma tau muka gue panik. "Kamu kenapa sih?".

"Engga kak. Kakak sendiri engga apa-apa kan? Aku liat engga ada luka".

"Ya emang engga apa-apa. Reza aja tuh yang lebay".

"Ya syukur kalau kakak engga apa-apa".

"Udah lega tau aku engga apa-apa?". Gue ngangguk. "Jangan bohong. Tadinya kamu mau kemana?".

Gue pasang tampang kaget. Seakan-akan kak Bisma udah tau apa yang gue rasa. "Kenapa?".

"Hm...Theo pergi ke bandara".

"Kejar!!". Gue pasang tampang kaget. "Kejar, Baby! Cinta itu harus dikejar! Udah engga jaman perempuan tengsin memperjuangkan cintanya! Karena justru perempuan yang paling butuh. Cepet!". Gue ngangguk dan buru-buru ambil kunci mobil.

Setengah jalan gue sadar, tas gue ketinggalan. Dompet, sim, ktp, handphone, semuanya disana. Sekarang gue cuman ngadelin 50rb uang di kantong, dan belasan ribu uang receh dimobil. Sampe dibandara gue bingung harus kemana. Gue engga tau Theo di terminal mana, pergi kemana. Tapi entah kenapa gue kepikiran cari info di twitter. Dengan mutusin urat malu sebentar buat minjem smartphone satpam, gue buka twitter. Gue dapet dm dari Alsa yang isinya ngabarin gue kalau Theo mau pergi Prancis. Sial! Ini mah bukan luar kota, luar negeri!!!.

Gue liat list keberangkatan. Ternyata pesawat ke Prancis udah flight 5 menit yang lalu. Dan gue bisa menyimpulkan usaha gue kali ini, gagal. Terus? Gue harus ngapain sekarang? Pulang terus bilang ke kak Bisma dan lainnya, 'gue terlambat' gitu?.

Gue jalan keluar bandara, gue ngeliat ada dua sejoli yang lagi pelukan, gue tau, itu peluk perpisahan. Perempuannya keliatan mau pergi, dan cowoknya terkesan engga mau lepas. Seengganya mereka masih jauh lebih beruntung daripada gue. Pertama, mereka ada status. Kedua, mereka masih dikasih kesempatan buat ketemu sebelum akhirnya berjarak lumayan jauh, atau mungkin sangat jauh. Sedangkan gue??.

Gue jalan dengan pikiran kosong. Tiba-tiba ada yang nyentuh pundak gue. Kebetulan gue engga langsung nengok, karena gue berdoa, yang nyentuh pundak gue ini Theo. gue nengok perlahan, zonk. Satpam bandara yang tadi handphonenya gue pinjem. "Ada apa ya pak? Bukannya saya udah balikin smartphone bapak? Atau...bapak mau minta ganti pulsa yang udah saya pake?".

"Bukan, saya ikhlas kok. Tapi, kamu pulang kemana?".

"Ya...mau ke rumah. Tapi, bapak engga usah nganterin saya. Hm...saya bisa pulang sendiri, saya bawa mobil kok pak".

"Hahahahahahhahahahaha". Gue pasang tampang bingung. "Kamu lucu juga ya hahaha. Pasti kamu mau ke parkiran kan? Tapi parkiran arahnya kesebelah sana, bukan kesini. Ini jalur khusus".

"Ha?...aduh, maaf pak, saya lagi ngeblank-_-".

"Hahaha, engga masalah. Saya sudah hatam persoalan kaya gini. Biasanya yang kaya gini kelewatan flight kekasihnya". Gue pasang tampang datar. Ya mungkin emang bener satpam ini sering banget nanganin masalah semacam gue sekarang. "Parkiran disebelah sana ya, jangan salah lagi. Permisi".

Gue jalan keparkiran sambil mencoba fokus, supaya gue engga salah naik mobil. Itu bisa lebih memalukan. Gue ngecheck plat nomor, dan buka kunci pake remote yang digantung, buat mastiin ini mobil gue.

Pas mau buka pintu, gue liat ada kertas di sela-sela kacanya. "19 tahun yang lalu, bayi cantik keluar dari rahim ibunya. Menangis, namun menunjukan wajah termanis. Matanya menagih sesuatu, yaitu asi. Tapi itu dulu, 19 tahun yang lalu. Tapi sekarang berbeda, matanya menagih cinta, dihari kasih sayang, nasibnya kadang malang, tapi hatinya selalu senang". Ini maksudnya apa sih?.

"Happy birthday!", bisik seseorang. Gue nengok, ke kanan, ke kiri, engga ada siapa-siapa. Tapi gue liat pantulan dari kaca mobil. Gue buru-buru nengok, dan mendapatin seseorang yang daritadi, bahkan dari kemarin gue cari.

"Lo ngapain disini?! Bukannya lo udah terbang ke Prancis?!".

"Siapa bilang gue mau ke Prancis?".

"Itu lo bawa koper. Pesawat lo deadline?".

"Hhahahahhahaha". Gue pasang tampang bingung. "Gue engga pergi Baby. Gue jemput Rexy".

"Haaaai!", sapa Rexy dari balik mobil.

Gue pasang tampang bingung. "Fix.... Gue dikerjain-____- bahkan gue aja engga inget kalau sekarang ulang tahun-_-".

"Gue sih engga pernah ada niatan buat ngerjain lo by, gue ngikutin yang lain aja hahaha. Sekarang kita pulang, gue yang bawa mobil lo".

"Terus mobil lo?", tanya gue sambil ditarik sama Rexy.

"Udah ada supir. Tenang". Selama di jalan gue masih mikir panjang, kenapa gue bolot banget. Dan kenapa rencanannya sebegini niat-_-.

Sampe dirumah, eh malah kosong. "Kak please, aku udah tau, keluar aja!". Rumah tetep kosong. "Gue masih dikerjain nih??".

"Jangan tanya gue by, gue engga tau apa-apa", jawab Rexy.

"Gue juga engga tau._. Serius deh".

"Engga percaya", gue langsung jalan ke halaman belakang. Gue buka pintu dan ada air dari atas pintu. Tapi sayangnya jebakan ini engga berhasil, gue udah tau.

"Yah, kok gagal?-_-", saut Iqbaal.

"Udahlah-_- masih ajaaa".

"Yaah gagal. Tapi yang ini engga gagal!", saut kak Bisma yang nyoba ngelempar kue ke muka gue, tapi gue cepet-cepet nunduk.

"Mau apalagi?", tanya gue dengan nada nantangin. Gue ngerasa ada kak Reza dari belakang, dengan cepet gue menghindar dan air kopi yang item itu malah kena Iqbaal. Gue ketawa bahagia karena berhasil ngehindarin keisengan yang basi ini.

"Udaaah, jangan digituin ah, kaya anak kecil", saut mama.

"Mending pada siap-siap, nanti malem kita dinner di resto ya", saut papa.

Gue masuk ke dalem, tiba-tiba Theo ngebody gue. Guepasang tampang datar. "Ngapain sih yo?-_-".

"Hahahahaha, engga sengajaaa", saut Theo sambil ngelus rambut gue. "Happy birthday yaa, see you!".

Gue diem terpaku. Cewek mana yang engga melting kalau rambutnya dielus sama cowok yang udah bikin hatinya nyaman. "Theo!!", Theo nengok dengan senyum terrrrrrrrrrrmanis!. "Minta nomor yang baru dong".

"Nanti aku telfon kamu ya! Daah".

Gue diem. Ada yang mengganjal. "Kamu udah jadian by sama Theo?", tanya papa.

"Belum._.".

"Sekarang kan mainnya mainstream pa, baru pdkt udah aku-kamu hahaha", saut Iqbaal.

"Ih! Jangan sotoy. Gue engga pernah pdkt sama dia, ini jalan seadanya".

"Yaudah, nanti malem jadian aja. Udah sana siap-siap", saut mama tiba-tiba.

"Iya maa..". Baru jalan selangkah gue balik lagi. "Tadi mama bilang apa?! Nanti malem jadian aja???".

"Iya, emang mau nunggu apa lagi?".

"Santaai, dibantuin hahaha", saut Iqbaal sambil berlalu.

"Yaampun ma, pa, aku engga pernah ngebet sama dia-_-".

"Masa?", tanya papa dengan tampang dan nada super engga percaya. Gue pasang tampang datar dan lebih milih kabur ke kamar sebelum makin dijadiin bulan-bulanan papa sama mama. Dari dulu nasib emang engga pernah berubah.

Pas selesai mandi, gue kaget karena engga sengaja nginjek sebuah kotak di depan kamar mandi. Yaa, semacam kado gitu. Tapi salah sendiri taronya dibawah pas diatas keset kamar mandi, jadi engga sengaja keinjek deh.

Pas gue buka isinya, dress warna hijau tosca yang cerah. Ini sih kalau engga dari papa atau mama, ya kak Reza. Soalnya engga mungkin kak Bisma beliin gue kaya gini, secara dia lebih suka ngeliat gue yang engga terlalu feminim.

Karena gue menghargai, gue pake buat dinner malem ini. Kebetulan juga gue belum punya persiapan baju. Gue sedikit moles muka, tiba-tiba kak Bisma dateng dan duduk disamping gue, persis di depan meja rias.

"Yang cantik donggg".

"Emang segini kurang cantik?".

Kak Bisma nyengir kuda. "Boleh foto bareng gak by?".

"Ha?hahahahaha. Kakak kaya minta foto sama siapa aja. Ayok-ayok", saut gue sambil ngerangkul kak Bisma dan foto dalam beberapa pose.

"Aku jadiin dp aaah~". Gue cuman ketawa dan lanjut ngerias diri. "Aduh! Aduh! Rame banget-_-".

"Kenapa kak?".

"Pada ngira aku jadian sama kamu-_- padahal kita kuliah udah satu tahun, masa mereka engga tau kalau kita adik kakak".

"Biarin aja kak, seru tau ngerjain orang kaya gitu hahaha".

"Yaudah, lanjutin sanaa. Tapi satu kali ah", saut kak Bisma yang nahan bibirnya di pipi gue, terus ngarahin kamera dan sengaja motret. Gue bergaya kaget supaya engga terkesan pemaksaan hahaha.

Kak Bisma keluar, engga lama Iqbaal dateng bawa satu kotak coklat besar dari Swiss. "Kapan lo ke Swiss? Atau mungkin lo pergi ke toko Swiss??".

"Ini dari Kika. Kalau dari gue....kado doa aja hahahahah".

"Bilangin Kika, makasih yaa le". Iqbaal cuman hormat terus kabur keluar. Engga lama berselang dipanggil mama buat buru-buru turun terus berangkat. Gue aja engga tau kalau mau dinner dimana, siapa aja yang dateng.

Ternyata gue diajak dinner di resto baru yang engga jauh dari kampus. Disini outdorr nya keren, entah emang konsep restonya, atau udah di dekor karena mau ngerayain ulang tahun disini. Gue nunggu mama, papa, sama kak Bisma yang pesen makanan. Kak Reza sama Iqbaal mau ngambil kue sama lilin. "Happy failed anniv by!", saut seseorang yang berbisik dibelakang gue.

"Ilham?! Orang mah ngucapin happy birthday kek, selamat ulang tahun kek, ini malah failed anniv-_- but, happy failed anniv juga! Gila ya, udah 4 tahun aja wkwk".

"Iyanih, engga berasa. But, happy birthday! 4 tahun yang lalu mah lo baru balik dari Gaby hahaha".

"Duh, lupakan gue soal itu, please hahaha".

"Oyadeh iyaa. Ohiya, kado lo semua udah di kumpulin di kak Reza ya".

"Kok, ke kak Reza? Terus semuanya? Emang berapa banyak???".

"Yaa, dari gue sama anak-anak. Beberapa yang kenal lo dikampus juga nitipin kok. Yaa, biasa, tetep banyak fans hahaha".

"Duh, yang lagi failed. Hahahaha", saut Elin.

"Ah, sirik aja lo. Takut keembat lagi nih?hahahah".

"Engga kok hahah".

"eh, by, engga nyamperin Theo??", tanya Alsa yang dateng sama Dicky.

"Anaknya dimana??".

"Di samping nih, tapi hati-hati ya, engga ada pembatasnya".

"Harusnya gue ngomong ini ke Theo. panggil gue kalau papa sama mama udah balik ya bareng kak Bisma abis pesen makanan", saut gue yang langsung bangun dan nyamperin Theo.

Gue pura-pura batuk. Theo balik badan agak kaget. "So...sory by", saut Theo sambil matiin rokoknya.

"Gue engga ngelarang cowok ngerokok, cuman tau diri aja dimana dia harus bakar rokoknya".

"Iyaiya. Btw, thanks ya bajunya udah dipake".

"Jadi ini dari lo?!-_- gue kira....dari papa sama mama-_-".

"Hahaha, yang pentingkan kita serasi:p".

"Ah, pengen banget lo serasi sama gue:p".

"Baby!", saut seseorang. Gue nengok. Seketika luka di lengan gue berasa sakit lagi.

Tiba-tiba Theo nyentuh lukanya, dan gue ngerasa sakitnya meredam. "Lo.....apa kabar?", tanya Leon.

Gue pasang tampang degdegan. Lein makin mendekat, gue lebih milih mepet ke Theo. "lo engga usah takut sama gue by...". Gue takut sih engga, trauma iya. "Lo minggir!!", saut Leon sambil ngedorong Theo dan...(?)

Bersambung~

Senin, 11 November 2013

Baby 2 (bab 21)


Bab 21.

Gue engga sanggup berkata-kata. Muka gue memerah, tatapan tajam anak-anak yang dengan maksud ngeledek bikin gue meleleh. Gue maluu!. "CIYEEEEEEEE!".
"Yo...jangan disini dong yo.......", saut gue sambil narik tangan gue supaya lepas dari Theo.
"Hahahahahaha", saut Theo yang ngelus-ngelus rambut gue terus mengalihkan pembicaraan. Sial! Gue malu parah! Tapi gue seneng >.<
2 meja yang dijadiin satu ini seakan-akan kaya reuni, rame banget. Sambil makan-makan dan ngobrol seru, masing-masing nyeritain pengalaman pas liburan semester. Yang lain sih seru, cerita pas liburan, pas dibali bareng-bareng. Theo juga enak, ke tempat-tempat baru. Iqbaal cerita masa-masa pacarannya sama Kika, kak Bisma cerita tentang organisasinya, semuanya cerita yang seru-seru. Sedangkan gue?.
"Kalau cerita lo apa by?", tanya Ilham.
"Gue????-_-".
"Iya. Engga mungkin engga ada cerita kan? Pas di Bali walaupun lo sering sendirian, tapi tetep ada ceritanya dongg?", tanya Alsa.
"Waktu liburan gue abis cuman buat nungguin kabar...".
Semua mata langsung tertuju ke Theo. "lah? Gue? Hahahaha. Gue kan engga ngabarin Baby disuruh kalian hahahahahaha", saut Theo.
Seketika muka gue memerah marah. "Kalian niat ngerjain gue?!-_- ulang tahun gue kan masih lama!".
"Kalau sekarang tanggal 12 februari, dan kamu ulang tahun tanggal 14 februari, artinya apa?", saut kak Reza.
"Dua hari lagi....terus sekarang engga ngerjain gue nih?!-_-".
"Engga kok, udah tobat hahaha", saut Iqbaal.
"Gue engga percaya-_-".
Malemnya gue duduk di pinggir kolam renang. Gue engga tau apa yang gue pikirin sekarang. Entah kenapa bawaannya pengen bengong aja. "By, makan yuk? Gue udah masak makanan kesukaan lo nih", saut Iqbaal. Gue menggeleng. "Lo kenapa? Sakit??".
Gue diem dan engga komentar, gue ngerasa Iqbaal nyerah buat ngebujuk gue. "By, makan yuk! Jangan takut genduut", saut kak Bisma sambil narik gue.
"Aku engga mau kak".
"Kakak sama Iqbaal tadi bikin makanan kesukaan kamu, ayok dong, jangan galau gitu". Gue tetep nolak dan lebih milih meluk kaki sendiri dan ngumpetin muka.
Beberapa kali tangan gue dicolek, kadang-kadang ditarik buat bangun. "Aku engga mau makan kak!". Mungkin sekarang kak Reza yang lagi nyoba ngebujuk gue makan. Gue ditarik terus. "Aku engg.......lo ngapain disini?".
"Gue? Sebelum gue jawab, gue tanya dulu sama lo. Lo ngapain disini? Sendirian lagi. Sedangkan kakak-kakak lo lagi makan didalem. Lo ditelantarin, atau emang lo yang melantarkan diri?", tanya Theo.
"Gue cuman engga mau diajak makan sama kakak-kakak gue".
"Lo mungkin emang engga mau diajak makan bareng kakak-kakak lo, tapi lo mau kan kalau gue ajak jalan?". 
Mata gue membulat denger kata-kata Theo. dia pasang tampang ngajak. Gue hela nafas panjang dan ngangguk. "Gue ganti baju dulu ya".
"Siaap queen by!".
"Ratu lebah?hahaha".
"Ratu Baby hahaha. Udah cepet ganti baju, gue engga mau mulangin lo larut malem", saut Theo sambil dorong gue masuk.
Gue turun. "Yah, Baby pergi. Sepi deh rumah", saut Iqbaal.
"Kalian kan bertiga-_-".
"Tapi kan engga ada yang kita ledek by hahaha", saut kak Reza.
"Baby gitu sih, yang waktu itu ngomong doang", saut kak Bisma. Gue diem, gue mikir sejenak. Dan gue inget.
"Aku tipe orang yang inget janji kok kak. Aku berangkat ya daaaah", saut gue yang nyempetin nyium pipi kak Bisma sama kak Reza, kalau Iqbaal cuman gue jitak.
"Aneh, gue lupa kapan terakhir dicium Baby.....hahahaa", saut kak Reza dengan muka heran. Gue narik Theo keluar.
"Mobil lo kemana??", tanya gue bingung.
"Gue bawa motor by. Kenapa? Lo engga biasa naik motor ya?".
"Sapa bilang? Hahahaa. Ayoook".
"Gue pikir lo matre, engga mau naik motor walaupun motor udah sekeren ini hahaha". Gue cuman ketawa sambil make helm.
Pas sampe, gue agak bingung. "Ini tempat apa yo?".
"Pasar malem". Gue diem dan sibuk ngeliat ke sekitar. "Apa....lo engga suka disini?".
"Bukan bukan. Gue cuman baru pertama kali kesini".
"Yaudah, semoga lo seneng. Anggap aja kita lagi di dunia fantasi ya!hahHah", saut Theo yang langsung narik gue masuk ke kerumunan.
Disini ada beberapa permainan, jajanan, orang jualan. Ramai, tapi engga padat sepadat distro yang lagi ngadain sale besar-besaran. Disini naik komedi putar, berasa anak kecil yang baru aja kenal pasar malem. Theo seakan engga keabisan akal ngukir senyuman diwajah gue. Entah kenapa ini jauh lebih menyenangkan daripada nonton bioskop, atau wisata kuliner di foodcourt mall.
Gue diajak naik kincir angin, ngeliat mesin yang agak tua, gue sedikit takut. Tapi karena menghargai ajakan Theo, gue terpaksa ngelawan rasa takut gue.
Pertama-tama gue kringet dingin, sampe-sampe gue terus megangin Theo karena takut jatoh. Pas gue sadar tangan gue yang dipegang balik sama dia.........yang dibayangan gue adalah scene film Pupus, kincir angin ini berhenti berputar, terus terjadi sweet moment disini, setelah turun gue ditinggal sendirian, dan sampai akhirnya gue tau cinta gue bertepuk sebelah tangan.
"Aduh! Hampura! Iyeu mesin nggeus soek yeuh", saut abang-abang dibawah.
"Me....mesinnya mati????", tanya gue guup.
"Tenang aja, engga apa-apa kok", bales Theo dengan tatapan tajam. Sial!!! Baru gue bayangin scene film Pupus itu. Gue buang muka, karena gue engga mau terjadi 'sesuatu' antara gue dan Theo diatas sini. Gue belum siap. Tangan dipegang dan dikasih tatapan tajam aja gue bisa mati kalau engga ngefy dan meleleh, gimana kalau sampe.........argh!.
Setelah selesai, Theo ngajak gue nonton layar tancep yang ada dipinggir pasar malem. Dan gue baru menyadari, ini engga jauh dari gerbang komplek rumah, yaa engga jauh dari rumah juga lah. "Sorry, gue engga tau lagi gimana caranya bikin lo engga diem bengong sendirian gitu di pinggir kolam renang selain kaya gini".
"Lo engga usah mengistimewakan gue gitu. Biasa ajaa, walaupun gue keturunan Soemaraja, gue tetep manusia biasa. Gue seneng diajak kaya gini, jujur aja gue bosen sama suasana mall".
"Syukurlah", bales Theo sambil ngelus rambut gue lagi. Akhhh! Gue engga tau ini udah yang keberapa kali!.
Disela-sela pertunjukan, ada pengamen yang nyamperin gue sama Theo. tiba-tiba Theo berbisik ke pengamen itu. Pengamennya pergi dan ninggalin gitarnya. "Lo mau ngapain yo?".
"Nyanyi. Buat lo hehehe". Gue pasang tampang agak kaget.
"Ku suka kamu apa adanya, senatural mungkin aku lebih suka. Ku suka kamu begini saja, bukan karena ada apa-apanya dari yang kau punya~ aku hidup di dunia ingin tenang baik-baik saja, bersama mu aku bisa melewati itu~".
"Bukan aku yang mencarimu, bukan kamu yang mencari aku, cinta yang mempertemukan dua hati yang berbeda ini~". Gue pasang ampang speechless. Gue baru kali ini denger suara Theo, neliat dia main gitar. Omfg.
"Baby?", Theo melambai di depan muka gue.
"Astagfirullah".
"Jelek ya?._.".
"Kalau jelek gue udah nyuruh lo berhenti dari awal. Gue engga tau harus komentar apa yo, gue speechless".
"Gue jadi malu", bales Theo sambil garuk-garuk kepalanya.
"Gue engga nyangka, cowok malu-malu yang suka gagap kalau degdegan, ternyata seromantis ini hahaha".
"Aduh, gue udah sembuh sama gagap gue hahahaha. Gue balikin gitar dulu ya. Tunggu disini", saut Theo yang langsung bangun dan mengarah kebelakang.
Omfg, gue masih engga nyangka. Masih speechless banget. Engga tau ini emang pembuktian dari dia atau emang proses terjadinya 'kita' antara gue sama dia. Gue engga ngerti, gue engga bisa nebak. Pergerakan Theo alus banget, bahkan engga ketebak, tapi dia punya rencana sendiri yang bikin ukiran senyum diwajah dan tangisan terharu dihati.
Gue nonton film yang diputer, tiba-tiba mesinnya mati. Omg, untung gratis, andaikan bayar mungkin udah diprotes sama orang-orang yang nonton. Daripada gue sendirian diem dan ceming, gue jalan nyusul Theo. kemudian gue menyadari sesuatu, gue engga nemuin Theo, gue kehilangan jejaknya. Apa gue bener-bener ditinggalin kaya adegan di film Pupus?!. Gue nyoba keliling buat nyari dia, belum sempet ketemu, hujan rintik-rintik mulai turun. Para pedagang sibuk membereskan dagangannya, sedangkan gue masih nyari Theo.
Tiga menit kemudian hujan deras, semua orang bener-bener sibuk dan lari cari tempat teduh. Sedangkan gue masih berdiri sendiri, basah kuyup dan ngeliat ke sekitar kali aja ada Theo, tapi nihil. "Neng! Pake ini biar kepalanya engga kena air!".
"Theo?", tanya gue sambil nengok.
"Biar engga sakit. Kalau terlanjur basah, buat hadphone sama dompetnya aja", saut mas mas sambil ngasih gue kantong kresek item. Sayangnya tas gue udah terlanjur basah, hadphone gue yang udah super retak dan nyaris engga bisa dipake pun udah kaya ganjelan pintu kecebur got.
5 menit gue masih berdiri di tengah-tengah hujan, gue engga nemuin Theo! Sama sekali! Akhirnya gue ngebuketin tekad buat pulang sendiri jalan kaki walau dalam keadaan hujan deras kaya gini. Mau minta jemput juga percuma, handphone gue eror. Mau neduh, yang ada gue bisa kedinginan.
Gue jalan sendiri, dengan pikiran kosong. Gue engga tau nyampe rumah yang bakal dimarahin gue karena ujan-ujanan dan pulang sendiri, atau Theo yang ujung-ujungnya bakal engga dibolehin buat ketemu gue lagi.
Satu sisi gue sedih, gue ngerasa pupus. Nyatanya kejadian gue ini sama persis kaya adegan film, gue engga bisa bedain air mata sama air hujan yang menbasahi muka gue. Entah rasanya gue sedih banget, padahal dia keliatan baik banget, romantis, dan harapan besar ada di mata dan sikapnya.
Pas ketemu halte, gue lebih milih duduk dan diam sendiri. Jam tangan gue terlanjur mati, gue engga tau jam berapa sekarang. Gue mau lanjut jalan, tapi kepala gue mulai pusing. Pusing gue makin parah waktu ada mobil yang melaju kencang dan nyipratin becekan persis ke muka gue.
Motor ninja hijau berhenti di depan halte. "Baby!! Lo kemana aja?!!". Gue melotot dan lebih milih kabur. "Tunggu by! Sorry!! Gue engga maksud ninggalin lo!".
Gue tetep jalan cepet, dan tiba-tiba tangan gue tdtiarik terus badan gue melayang persis ke pelukan Theo. gue mulai engga berdaya. Gue sadar, tapi gue engga bisa buka mata dan gerakin badan. Gue ngerasa digendong Theo, tapi gue engga tau kemana, gue keburu engga sadar apa-apa.
Gue buka mata pelan-pelan. Kepala gue berat banget, pas gue raba ternyata gue lagi di kompres-_-. "Kak Bisma??", tanya gue lembut.
"Yes!!! Gue menaaang!!! Hahahahha", saut kak Bisma yang tiba-tiba muncul dari bawah kasur. "Makasih by!!". Kak Bisma tiba-tiba nyium gue.
"Ini ada apa sih?", tanya gue bingung.
"Emang apaan sih yang bikin Baby keingetnya sama Bisma, heran-_-", saut kak Reza.
"Ada apa sih?".
"Tadi kita bertiga taruhan, pas lo bangun, siapa yang pertama kali disebut, itu yang paling disayang sama lo", jelas Iqbaal.
"Taruhan macam apa kalian ini-_-. Hm... Theo mana?". Kak Bisma, kak Reza, sama Iqbaal lirik-lirikan. "Kaaak! Theo kemana?!".
"Aduh, baal! Kita kan ada kuliah hari ini. Ayok deh, langsung berangkat yuk!", saut kak Ra yang langsung narik Iqbaal.
"Aku juga mau kuliah by, ada mama sama papa kok dibawah. Cepet sembuh", saut kak Bismayang langsung keluar kamar. Sal, ada yang diumpetin pasti-_-.
Gue nyari tas, walaupun sebenernya gue engga kuat buat nompang kepala. Pas ngeliat handphone yang udah retak dan engga nyala, gue baru sadar kalau handphone gue udah rusak parah karena gue bantkng dan basah kemarin.
"Baby? Kok udah jalan-jalan sih", tanya papa. Tanpa komentar gue meluk papa. Papa ngegendong gue sampe ke kasur.
"Aku kan udah kuliah pa, masih aja digendong sampe kasur".
"Mau Baby udah kuliah atau sekalipun udah kerja, selama belum punya suami, Baby tetep bayi kecil papa".
"Ah, papa. Baby kan engga mau manja".
"Kan papa yang anggap kamu bayi kecil, bukan kamu yang belaga anak kecil. Sarapan ya? Abis itu minum obat".
"Baby sehat paaa".
"Kamu kebiasaan bey, kalau sakit bilangnya sehat. Makan ya", saut mama yang tiba-tiba bawa bubur dan beberapa obat.
Mama sibuk nyuapin gue sarapan, dan papa sibuk cerita tentang kegiatannya diluar kota. Bahkan papa udah ngebeliin gue handphone baru siap pakai, tanpa gue ribet tuker-tuker kartu atau apalah itu. Rasanya gue flashback ke jaman umur 6 tahun. Gue sakit, papa mama ambil cuti demi nungguin gue. Mereka berdua sibuk nemenin gue, semangatin gue, begitu kompak, namun tak lagi nampak.
Andai aja papa sama mama engga cerai, mungkin gue bisa ngerasain ini setiap saat. Emang,disetiap masalah itu ada hikmahnya. Walaupun udah pisah, papa sama mama malah lebih punya banyak akumulasi waktu berdua dibanding pas masih dalam status suami istri. Gue nahan nangis terharu ngeliat ke kompakan mereka. Andaikan mama sama papa engga cerai, dari sisi percintaan pasti gue udah jadian sama kak Bisma.....
Setelah selesai, mama sama papa ngurus kerjaannya dulu. Gue ditinggal sendiri. Gue mau ngehubungin Theo, tapi gue engga nyimpen nomornya. Mau ngedm, gue mau ngedm apa?. "Baby?...", saut seseorang sambil buka pintu.
"Dicky?!!".
"Aduuh, bebeb kenapa? Kok gue balik ke Jakarta lo sakit gini sih??", tanya Dicky yang buru-buru masuk dan meluk gue.
"Gue semalem keujanan, dan yaaa lo tau lah gue kalau udah kena ujan plus angin malem kaya gimana".
"Cepet sembuh yaa;) gue bawain pie susu nih. Dimakan yaaa". Gue senyum sumringah. Seengganya gue engga bete. Dicky yang heboh walaupun sendiri bisa bikin gue ketawa, ketawa ini jadi pelarian gue dari rasa sakit yang dirasa.
"By udah mau sore nih. Gue boleh izin jemput Alsa gak? Ada Elin juga, kayaknya mereka mau jenguk lo deh".
"Yaudah ky. Hati-hati yaa".
"Lo engga apa kan ditinggal sendiri?".
"Tenang aja, sebentar lagi kak Bisma juga pulang kok". Gue diem sejenak. Kenapa yang disebut kak Bisma?? Padahal kakak gue kan ada tiga??.
Dicky senyum terus balik badan. "Eh! Ky! Tunggu!!".
"Ada apa by? Lo mau nitip sesuatu??".
"Iya. Hm....kalau ketemu Theo, bilang dia suruh kesini ya. Ada yang mau gue omongin".
"Siaap beb! Ditinggal dulu yaaa".
Dicky udah keluar dari kamar. Gue diem dan berpikir. Emang apa yang mau gue omongin ke Theo??? Kalau nanti dia kesini terus nagih sesuatu yang mau gue omongin, gue harus ngomong apa??? Ah, bodolah. Tapi, semalem gue sempet marah sama dia. Padahal masalahnya belum lurus, bisa aja gue yang salah, siapa suruh gaya-gayaan nyari Theo dan engga nurut disuruh tunggu?.
Bersambung~